RSS

Biasa Saja

25 Mar

Suatu hari Rabi’ah al ‘Adawiyah melintas di depan rumah Hasan al Bashri. Kepala Hasan al Bashri menjulur keluar jendela, ia sedang menangis, dan air matanya pun jatuh menetes ke pakaian Rabi’ah. Rabi’ah melihat ke atas, awalnya ia mengira air itu adalah air hujan, kemudian, setelah menyadari bahwa air itu adalah air mata Hasan al Bashri, Rabi’ah pun menyapanya,

“Guru, tangisan ini adalah suatu pertanda kelemahan ruhani. Peliharalah air matamu, agar lautan bergelora dalam dirimu, yang di dalamnya, hati tak akan luput dari pemeliharaan Raja Yang Maha Kuasa.”

Kata-kata itu membuat Hasan al Bashri tertekan, tetapi ia tetap tenang.

Kemudian, suatu hari, Hasan al Bashri melihat Rabi’ah al ‘Adawiyah di dekat danau. Sambil menghamparkan sajadahnya di atas air, Hasan al Bashri memanggil, “Rabi’ah, kemarilah! Mari kita shalat dua rakaat di sini!”

“Hasan,” sahut Rabi’ah, “Kalau engkau ingin memamerkan kemampuan spiritualmu di pasar ini, pamerkan hal-hal yang tidak bisa ditiru manusia lain.” Rabi’ah pun melemparkan sajadahnya ke udara dan terbang di atasnya.

“Naiklah kemari, Hasan, agar orang-orang dapat melihat kita!” pekik Rabi’ah.

Hasan yang belum sampai ke stasiun (maqam) itu, diam saja.

Rabi’ah berusaha menghiburnya. “Hasan,” katanya, “Apa yang engkau lakukan juga dapat dilakukan ikan, dan apa yang kulakukan juga dapat dilakukan lalat. Keduanya bukanlah hal yang hakiki. Manusia harus mengurusi apa yang hakiki.”

(Anekdot-anekdot Rabi’ah al ‘Adawiyah, majalah Cahaya Sufi, Maret 2006)

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 25 Maret 2011 inci Kisah-kisah Teladan

 

Tag: , ,

Tinggalkan komentar